NAMA : NURUL TRI AGUSTINI
NIM : 2173142025
Penjelasan
alat musik tradisional Angklung yang berasal dari masyarakat Sunda Jawa Barat.
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang
terbuat dari bambu. Cara memainkannya cukup mudah hanya dengan
menggoyangkannya. Bunyi yang dihasilkan disebabkan oleh benturan badan pipa
bambu. Bunyi yang dihasilkan bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada
dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil.
Dictionary
of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di
Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari
pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu
organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan
bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan
Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.
Asal-usul
Belum
ditemukan petunjuk yang menyatakan sejak kapan angklung digunakan, tetapi
diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang
di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian
dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.
Catatan
mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad
ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung
berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber
kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos
kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi
kehidupan (hirup-hurip).
Suku Baduy,
yang merupakan masyarakat Sunda asli, menggunakan angklung sebagai bagian dari
ritual mengawali penanaman padi.
Bahan
Bambu
yang digunakan sebagai bahan angklung adalah adalah bambu hitam (awi wulung)
dan bambu putih (awi temen). Tiap nada yang dihasilkan berasal dari bunyi
tabung bambunya yang berbentuk bilah setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga
besar.
Fungsi
Masa kerajaan
Sunda, angklung digunakan di antaranya sebagai penyemangat dalam pertempuran.
Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada
masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat
melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat
popularitas angklung menurun dan hanya dimainkan oleh anak- anak pada waktu
itu.
Selanjutnya lagu-lagu
persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring
bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang
kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama
angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan
permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan
upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan
atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan
Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Jenis Angklung
Angklung Kanekes
Angklung
di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan
terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan
orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di
ladang.
Angklung Reyog
Angklung
Reyog merupakan alat musik untuk mengiringi tarian reyog ponorogo di jawa
timur. angklung Reyog memiliki khas dari segi suara yang sangat keras, memiliki
dua nada serta bentuk yang lengkungan rotan yang menarik dan bentuknya tidak
seperti angklung umumnya yang berbentuk kubus. Angklung ini memiliki hiasan
benang berumbai-rumbai warna yang indah.
Angklung Banyuwangi
Angklung
ini berbentuk seperi calung dengan nada budaya banyuwangi
Angklung Bali
Angklung
bali memiliki bentuk dan nada yang khas bali.
Angklung Dogdog Lojor
Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan
Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar
di sekitar Gunung Halimun. Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor,
yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan
angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi.
Angklung
Gubrag
Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan
Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati
dewi padi dalam kegiatan menanam padi, mengangkut padi, dan menempatkan
ke lumbung.
Angklung
Badeng
Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal
dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa
Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut.
Angklung
Padaeng
Angklung padaeng adalah angklung yang dikenalkan
oleh Daeng Soetigna sejak sekitar tahun 1938. Terobosan pada angklung
padaeng adalah digunakannya laras nada Diatonik yang sesuai dengan sistem
musik barat. Dengan demikian, angklung kini dapat memainkan lagu-lagu
internasional, dan juga dapat bermain dalam Ensembel dengan alat musik
internasional lainnya.
Angklung
Sarinande
Angklung sarinande adalah istilah untuk angklung padaeng yang
hanya memakai nada bulat saja (tanpa nada kromatis) dengan nada dasar C. Unit
kecil angklung sarinade berisi 8 angklung (nada Do Rendah sampai Do Tinggi),
sementara sarinade plus berisi 13 angklung (nada Sol Rendah hingga Mi Tinggi).
Angklung
Toel
Angklung toel diciptakan oleh Kang Yayan Udjo sekitar tahun
2008. Pada alat ini, ada rangka setinggi pinggang dengan beberapa angklung
dijejer dengan posisi terbalik dan diberi karet. Untuk memainkannya, seorang
pemain cukup men-toel angklung tersebut, dan angklung akan bergetar beberapa
saat karena adanya karet.
Angklung
Sri-Murni
Angklung ini merupakan gagasan Eko Mursito Budi yang khusus
diciptakan untuk keperluan robot angklung. Sesuai namanya, satu angklung
ini memakai dua atau lebih tabung suara yang nadanya sama, sehingga akan
menghasilkan nada murni (mono-tonal). Ini berbeda dengan angklung padaeng yang
multi-tonal. Dengan ide sederhana ini, robot dengan mudah memainkan kombinasi
beberapa angklung secara simultan untuk menirukan efek angklung melodi maupun
angklung akompanimen.
Angklung
solo
Angklung solo adalah konfigurasi dimana satu unit angklung
melodi digantung pada suatu palang sehingga bisa dimainkan satu orang saja.
Sesuai dengan konvensi nada diatonis, maka ada dua jajaran gantungan angklung,
yang bawah berisi nada penuh, sedangkan yang atas berisi nada kromatis.
Angklung Solo ini digagas oleh Yoes Roesadi tahun 1964, dan dimainkan bersama
alat musik basanova dalam group yang menamakan diri Aruba (Alunan Rumpun
Bambu). Sekitar tahun 1969, nama Aruba ini disesuaikan menjadi Arumba.
Teknik
permainan angklung
Cara memainkan angklung cukup dibilang mudah karena tinggal
memegang rangkanya pada salah satu tangan (biasanya tangan kiri) sehingga
angklung tergantung bebas, sementara tangan lainnya (biasanya tangan kanan)
menggoyangnya hingga berbunyi. Dalam hal ini, ada tiga teknik dasar menggoyang
angklung:
1.
Kurulung (getar), merupakan teknik paling umum dipakai, dimana tangan
kanan memegang tabung dasar dan menggetarkan ke kiri-kanan berkali-kali selama
nada ingin dimainkan.
2.
Centok (sentak), adalah teknik dimana tabung dasar ditarik dengan cepat
oleh jari ke telapak tangan kanan, sehingga angklung akan berbunyi sekali saja
(stacato).
3.
Tengkep, mirip seperti kurulung namun salah satu tabung ditahan tidak ikut
bergetar. Pada angklung melodi, teknik ini menyebabkan angklung mengeluarka
nada murni (satu nada melodi saja, tidak dua seperti biasanya). Sementara itu
pada angklung akompanimen mayor, teknik ini digunakan untuk memainkan akord
mayor (3 nada), sebab bila tidak ditengkep yang termainkan adalah akord dominan
septim (4 nada).
Sementara itu untuk memainkan satu unit angklung guna membawakan
suatu lagu, akan diperlukan banyak pemusik yang dipimpin oleh seorang
konduktor. Pada setiap pemusik akan dibagikan satu hingga empat angklung dengan
nada berbeda-beda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar