Kamis, 07 Desember 2017

GORDANG NATANO SI PEMANGGIL HUJAN


NAMA : AKMAL HIDAYAT HARAHAP
NIM     : 2173142001

Di dunia ini, alat musik perkusi sudah ada selama ribuan tahun di setiap kebudayaan dan telah digunakan oleh ummat manusia dengan berbagai cara, seperti berkomunikasi dengan komunitas tetangga, untuk mengiringi tari-tarian, serta memfasilitasi upacara adat dan ritual.[9] Di samping suara manusia, alat musik pukul (perkusi) seperti gendang adalah salah satu artefak yang paling mendasar dan penting. Ada banyak contoh gendang di seluruh dunia yang digunakan untuk agama, hiburan atau sebagai sarana komunikasi. Misalnya di Afrika, dimana musik merupakan interpretasi atas kehidupan manusia, gendang mereka gunakan sebagai ”pidato”. Dalam hal ini, pola beat yang dimainkan dengan cara tertentu dapat mengkomunikasikan sejumlah besar informasi. Di bagian tertentu di Afrika, gendang sangat dihormati, serta juga diberikan entitas dan gender. Karena kesederhanaan desainnya sejak awal sehingga gendang tetap tidak berubah selama ribuan tahun, adalah instrumen tertua yang ada sampai sekarang. Gendang tertua di dunia ditemukan dari zaman Neolitik (6.000 SM).[10]
Di Mandailing ternyata tano (tanah) tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk bercocok tanam di sawah dan ladang, melainkan juga dipakai sebagai komponen utama dari alat musik tertentu untuk menghasilkanya bunyi musikal, yaitu gordang tano 5 Gordang: Alat Musik Prasejarah Mandailingtano. Untuk membuat gordang tano ini tanah keras digali dengan ukuran panjang 3 meter, lebar 25 sentimeter dan dengan kedalaman 40 sentimeter. Lubang galian ditutup rapat dengan papan tipis setebal 2 sentimeter, sehingga dengan demikian lubang galian tersebut berfungsi sebagai resonator untuk menghasilkan resonansi bunyi. Lalu pada kedua ujung lubang dibenamkan pasak kayu keras, dan rotan tua yang halus, yang digunakan sebagai dawai, melintasi kuda-kuda di atas lubang yang ditutup dengan papan itu. Dengan alat pemukul (stik) sebesar ibu jari yang panjangnya sekitar 30 sentimeter, sebanyak lima orang pemainnya menabuh dawai dengan teknik dan pola-pola ritmik tertentu. Dalam memainkan gordang tano ini, seseorang bertindak sebagai ”master” (”pemimpin”) yang bermain pada bagian bunyi paling besar, sedangkan keempat penabuh lainnya berada di depannya yang bertindak sebagai panduai (”pengikut”).

Selain itu katanya alat ini  gordang (tano) dimainkan untuk upacara ritual mangido udan (meminta hujan turun). dawai-dawai (rotan) yang ditabuh oleh para pemainnya itu menciptakan bunyi yang paling komplet dan untaian iramanya persis suara bas berukuran rakrasa. Diperkirakan gordang tano tergolong alat musik yang usianya cukup tua kalau dipandang dari segi ciri-ciri dan karakter pola ritmisnya, serta pengulangan-pengulangan melodi dengan nada yang sangat terbatas.  gordang telah berusia 300 tahun lebih. Gordang sudah dikenal lebih dari empat generasi di Mandailing, dimana gordang digunakan pada upacara ritual memanggil hujan dan berfungsi untuk membangkitkan semangat dalam pertempuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar