WIREM MULTIANI SIAHAAN
NIM : 2172142010
A.
Latar
Belakang
Suku Batak memiliki identitas yang membedakan dengan kebudayaan suku
yang lain. Salah satu identitas ini adalah mengadakan upacara kematian yang
menggunakan alat musik gondang berupa Gondang sabangunan.Gondang sabanguan
merupakan salah satu keunikan nilai-nilai warisan budaya yang hadir di
Pekanbaru.Kebudayaan masyarakat Batak yangini dibawa oleh para perantau dari
daerah asal yaitu bonapasogit kemudian menyebar ke seluruh Indonesia termasuk
di Pekanbaru.Meskipun suku Batak bukanlah mayoritas di Pekanbaru, namun budaya
gondang sabangunan tetap dapat berkembang.Apriyan D. Rakhmat dalam tulisannya
mengenai “Pluralisme Kota Pekanbaru” menyebutkan bahwa Kota Pekanbaru adalah
jantung pertemuan etnis dan suku yang ada di Riau.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, sebaiknya
kita tidak lupa dengan akar budaya yang kita miliki, termasuk nilai seni dan
adat istiadat. Sebuah degradasi tentang pemahaman budaya yang dialami oleh kaum
muda saat ini tampaknya sedang diperhadapkan pada pergeseran pemahaman tentang
budaya dan adat istiadat, hal ini sangat mungkin terjadi akibat pengaruh
teknologi modern dan budaya asing yang sedang diperhadapkan secara bebas dan
terbuka tanpa memiliki batas, serta mudah untuk diakses oleh semua kalangan.
Seiring dengan perkembangan zaman menjadikan musik tradisional Batak
mulai tergeser oleh musik-musik bergenre modern, seperti pop, rock, dan
lainnya. Para musisi yang memainkan alat
musik tradisional Batak juga sudah beranjak tua. Sementara kaum muda, baik yang
memang sudah menjadi musisi yang memainkan alat musik tradisional Batak maupun
yang belum, mulai didorong oleh hal-hal estetis dan ekonomis untuk memainkan
alat dan genre musik yang lebih laris. Hal itu bisa menjadi penyebab musik
tradisional Batak akan hilang sebagian atau semuanya. Sebelum gondang
berkembang, gondang hanya akan bertahan hidup dalam konteks agama Parmalim yang
masih mempergunakan musik ini dalam konteks aslinya. Untuk menghormati nenek
moyang, mereka mempergunakan musik nenek moyangnya untuk menyampaikan doa ke
Debata Mulajadi Na Bolon (Tuhan pencipta).
Masyarakat Batak merupakan kelompok etnis yang masih kuat
mempertahankan tradisi ritual adat dalam berbagai tahapan peristiwa, termasuk
dalam peristiwa kematian.Dalam menjalankan ritual adat, masyarakat Batak tidak
hanya melibatkan pihak keluarga dekat namun juga seluruh kerabat yang
bersangkutan.Oleh sebab itu, ritual adat pada upacara kematian suku batak
membutuhkan iringan alat musik agar dapat berlangsung dengan baik.Adapun maksud
dan tujuan masyarakat Batak Toba untuk mengadakan upacara kematian itu tentunya
berlatar belakang kepercayaan tentang kehidupan. Berbicara tentang upacara
kematian pada suku Batak Toba, dapat ditinjau dari defenisi dari istilah
kematian saurmatua adalah seseorang yang
meninggal dunia apakah suami atau istri yang sudah bercucu baik dari
anak laki-laki atau perempuan. Biasanya pada upacara kematian saurmatua pada
masyarakat Batak Toba akan diiringi oleh alunan musik yang dulunya biasa
disebut dengan ‘gorsi-gorsi’ satu hari sebelum mayat tersebut dikebumikan.
Alunan gondang itu biasa dilakukan untuk menghormati arwah yang telah meninggal
dan juga untuk silahturahmi/ pertemuan yang terakhir dari semua keluarga serta
kerabat-kerabat terdekat dari orang yang meninggal tersebut sebelum pada besok
harinya akan dimasukkan ke dalam peti jenazah untuk dikebumikan.
Gondang sebagai budaya musik yang hidup ditengah-tengah masyarakat suku
Batak Toba memiliki peran dalam ritual kepercayaan masyarakat Batak Toba.
Pengertian gondang sebagai seperangkat alat musik batak sebagai kumpulan
alat-alat musik tradisional batak toba terbagi menjadi dua bagian yaitu; Gondang
Sabangunan, yang terdiri dari: Taganing, Gordang, Sarune, Ogung Oloan, Ogung
Ihutan, Ogung Panggora, Ogung Doal dan Hesek, dan Gondang Hasapi yang terdiri
dari: Sarune Etek, Sulim, Garantung, Hasapi, Odap dan Hesek. Dalam upacara
kematian tersebut menggunakan Gondang yang dijadikan sebagai pengumuman kepada
masyarakat bahwa ada orang tua yang meninggal saurmatua.Sebagai salah satu
bentuk aktivitas adat, maka pelaksanaan upacara kematian ini tidak terlepas
dari kehadiran dari unsur-unsur Dalihan Na Tolu yang memainkan peranan berupa
hak dan kewajiban pada setiap suku Batak Toba.Maka Dalihan Na Tolu inilah yang
mengatur peranan tersebut sehingga prilaku setiap unsur khususnya dalam
kegiatan adat maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak menyimpang dari adat
yang sudah ada.Adanya perubahan pada kebudayaan gondang sabangunan dalam acara
kematian saurmatua sesungguhnya adalah wajar, hal ini dikarenakan kebudayaan
tidak bersifat statis.Setiap kebudayaan selalu ditumbuhkembangkan oleh pemilik
kebudayaannya (Liliweri, 2003: 58). Namun, pergeseran penggunaan alat musik
gondang sabangunan yang semakin meluas dikhawatirkan akan turut membawa
pergeseran makna budaya dari simbol-simbol yang dimiliki oleh gondang
sabangunan tidak lagi dipahami secara benar. Selain itu, mengingat bahwa
gondang merupakan salah satu warisan kebudayaan yang harus dilestarikan, maka
penting untuk mengangkat makna dari simbol-simbol gondang sabangunan sebagai
cara menggali, mengkajidan mengembangkan nilai-nilai dibalik makna gondang
sabangunan yang tidak teramati secara langsung. Gondang sabangunan sesungguhnya
terdiri dari aspek-aspek simbolik yang kaya akan makna. Baik itu aspek sosial
dan aspek fisik seperti alat musik dan kostum yang digunakan, hingga gerak
tubuh atau tarian yang dilakukan oleh pemain gondang sabangunan dan masyarakat
batak yang mengikuti upacara kematian saurmatua.
Pesan-pesan dalam gondang sabangunan dalam acara kematian saurmatua
yang ditransmisikan melalui simbol gerakan atau tarian, benda hingga alat musik
yang dimainkan, semuanya memiliki makna.Sistem simbol dan makna tersebut
kemudian diaplikasikan melalui interaksi simbolik. Dimana proses interaksi
simbolik tersebut melibatkan interaksi manusia dengan menggunakan
simbol-simbol. Manusia dalam interaksi simbolik menggunakan simbol-simbol untuk
mempresentasikan apa yang dimaksud kepada sesamanya dan berpengaruh pula
terhadap penafsiransimbol-simbol dalam interaksi sosial (Mulyana, 2010: 71).
Melihat realitas diatas penulis tertarik untuk mengangkat makna
simbolik gondang sabangunan sebagai cara untuk menggali dan mengangkat
identitas suku Batak yang merupakanwarisan budaya masyarakat Batak, sekaligus
membantu pelestarian gondang sabangunan dalam upacara adat saurmatua itu
sendiri.
BAB
II
ISI
A.Tinjauan Pustaka
Istilah komunikasi berasal dari bahasa inggris Communication berasal
dari bahasa Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang
berarti sama yaitu sama makna (Effendy, 2002:10). Menurut Schramm dalam Suranto
(2005:14) mengatakan komunikasi merupakan tindakan melaksanakan kontak antara
pengirim dan penerima, dengan bantuan pesan pengirim dan penerima memiliki
beberapa pengalaman bersama yang memberi arti pada pesan dan simbol yang
dikirim oleh pengirim dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima. Sedangkan
menurut M. Rogers dalam Suranto (2005:15) komunikasi adalah pesan yang
didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirmkan dari sumber kepada penerima
dengan tujuan untuk mengubah perilakunya.
Kebudayaan adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti
cinta, karsa, dan rasa.Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta
budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal.Dalam
bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda
diistilahkan dengan kata cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari kata dari
kata colera.Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan
tanah (bertani).Komunikasi dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat,
dimana dengan komunikasilah orang bisa menciptakan kebudayaan, begitu juga
sebaliknya dengan kebudayaan yang diciptakan manusialah, maka manusia belajar
komunikasi. Jadi hubungan antara komunikasi dan kebudayaan sungguh sangat erat,
jika dikaitkan dengan kegiatan budaya dan praktek adat tradisi upacara kematian
saurmatua bagi masyarakat Batak Toba, bahwa didalam kegiatan budaya dan praktek
adat tersebut sangat terlihat jelas terdapat dua unsur yaitu komunikasi dan
kebudayaan, dimana manusia yang terdapat didalam kegiatan budaya dan praktek adat
tersebut merupakan aktor komunikasi yang slaing menjalin komunikasi dengan
manusia lainnya dalam sebuah kegiatan budaya dan praktek adat yang merupakan
hasil, karya, cipta manusia itu sendiri. Jadi dengan komunikasi orang bisa
menciptakan kebudayaan dan dengan adanya kebudayaan tersebut orang belajar
komunikasi.
Di dalam semantik, pengertian makna (sense) dibedakan dengan arti
(meaning).Menurut Djajasudarma (1999:5) makna adalah pertautan yang ada
diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata) sedangkan arti
adalah pengertian suatu kata sebagai unsur yang dihubungkan. Lyons (1977:204)
berpendapat bahwa mengkaji makna suatu kata adalah memahami kajian kata
tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata
tersebut berbeda dari kata lain.
Simbol berasal dari kata symballo yang berasal dari bahasa
Yunani.Symballo artinya ”melempar bersama-sama”, melempar atau
meletakkan bersama-sama dalam satu ide atau konsep objek yang kelihatan,
sehingga objek tersebut mewakili gagasan. Simbol dapat menghantarkan seseorang
ke dalam gagasan atau konsep masa depan maupun masa lalu. Simbol adalah gambar,
bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu.
Dapat dijelaskan
bahwa “simbol” merupakan lambing, benda dan lain sebagainya yang mengatakan
sesuat hal dan memiliki makna, sedangkan “simbolik” merupakan kegiatan perilaku
atau praktek yang berhubungan dengan lambing atau benda dan lain sebagainya
yang mengatakan sesuatu hal dan memiliki makna. Telah diketahui bahwa kalau
seseorang memperkatakan sesuatu, terdapat tiga hal yang oleh Ullmann (1972:57)
diusulkan istilah : name, sense, dan thing. Soal makna terdapat dalam sense,
dan ada hubungan timbal balik antara nama dengan pengertian sense. Apabila
seseorang mendengar kata tertentu, ia dapat membayangkan bendanya atau sesuatu
yang diacu, dan apabila seseorang membayangkan sesuatu, ia segera dapat
mengatakan pengertiannya itu. Hubungan antara nama dengan pengertian, itulah
yang disebut makna. Acuan tidak disebut-sebut oleh karena menurut Ullmann
(1972:57), acuan berada diluar jangkauan linguis.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan
ciri khas manusia, yakni komunikasi dan pertukaran simbol yang diberi makna
(Mulyana, 2010: 68). Sedangkan menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes
(1993), interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi
untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia
simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku manusia. Pemikiran Blumer
memiliki pengaruh cukup luas dalam berbagai riset sosiologi.Bahkan Blumer memiliki
pengaruh cukup luas dalam berbagai riset sosial.Selain itu Blumer pun berhasil
mengembangkan interaksionisme simbolik sampai pada tingkat metode yang cukup
rinci. Teori interaksionisme simbolik yang dimaksud Blumer bertumpuk pada tiga
premis utama:
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang
ada pada sesuatu itu bagi mereka.
2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan
dengan orang lain.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi
sosial sedang berlangsung.
Dalam kehidupan
sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai.Misalkan kita mengatakan
bahwa orang itu baik atau lukisan itu indah.Berarti kita melakukan penilaian
terhadap suatu objek.Baik dan indah adalah contoh nilai.Manusia memberikan
nilai pada sesuatu.Sesuatu itu dikatakan adil, baik, cantik, anggun, dan
sebagainya. Selain itu beberapa nilai yang terkandung dalam upacara kematian
saurmatua pada masyarakat Batak Toba adalah sebagai berikut:
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat,
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak
pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang
satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Selain
itu nilai sosial juga memiliki bentuk-bentuk yang berhubungan dengan kehidupan
sosial diantaranya pemikiran, perilaku, dan benda.Dari kutipan tersebut dapat
terlihat bahwa nilai sosial juga terdapat dalam upacara kematian saurmatua
dimana dalam upacara tersebut juga terdapat pemikiran, perilaku dan benda.
Nilai
Kekeluargaan adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup
bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu
ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal bersama
dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga dan makan dalam
satu periuk.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu
rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka
saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
Nilai kekeluargaan merupakan kumpulan sikap atau anggapan terhadap
suatu hal mengenai baik/buruk, benar/salah, patut/tidak patut maupun
penting/tidak penting yang berlaku dalam suatu kelompok yang terdiri dari
beberapa individu yang terikat oleh adanya hubungan perkawinan atau darah.Nilai
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat atau hal-hal yang
penting yang berguna bagi kemanusiaan.
Nilai
merupakan dengan suatu yang ada hubungannya dengan subjek, sesuatu yang
dianggap bernilai jika pribadi itu merasa bahwa sesuatu itu bernilai.Jadi nilai
adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai tingkah laku.
Sedangkan agama adalah peraturan Tuhan yang membimbing orang yang
berakal,dengan jalan memilihnya untuk mendapatkan keselamatan dunia akhirat di
dalamnya mencakup unsur-unsur keimanan dan amal perbuatan.Agama juga diartikan
sebagai segenap kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Jadi, yang dimaksud
dengan nilai agama adalah suatu kandungan atau isi dari ajaran untuk
mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat yang diterapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.Nilai agama adalah suatu nilai yang berlaku dalam agama dimana
antara agama dan nilai harus berdampingan, nilai baik, agama juga baik.Nilai
agama adalah nilai yang bersifat keagamaan.Nilai
agama di atas telah memberikan gambaran bahwa nilai agama adalah nilai yang mengatur
upacara kematian saur matua yang sesuai dengan agama dan setiap acara demi
acara pada upacara kematian saurmatua tersebut tidak keluar dari batasan agama.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.METODE
PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu makna simbolik gondang sabangunan dalam upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba di Pekanbaru, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif, yaitu upaya untuk mencari pemecahan masalah dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa berdasarkan fakta atau bukti yang ada Karakteristik informan pada penelitian ini adalah pemain alat musik gondang sabangunan di Lusita Musik, keluarga Op. Deodatus Sianturi yang melaksanakan dan mengikuti upacara kematian saurmatua, juga tokoh adat Batak di Pekanbaru.
Yang menjadi objek
penelitian dalam hal ini adalah makna simbolik gondang sabangunan dalam
upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba di Pekanbaru.
>>Makna Simbolik Pada Objek Sosial Gondang
Sabangunan dalam Upacara Kematian Saurmatua pada Masyarakat Batak
Toba di Pekanbaru.
1. Upacara di jabu (di dalam rumah)
1. Upacara di jabu (di dalam rumah)
A.Letak
duduk keluarga
Upacara di jabu ini biasanya di buka pada pagi hari (sekitar jam 10.00 Wib) oleh
pengurus gereja. Pada saat upacara di rumah (jabu) akan dimulai, mayat
dari orangtua yang meninggal dibaringkan di jabu bona (ruang tamu).
Letaknya berhadapan dengan kamar orangtua yang meninggal ataupun kamar
anak-anaknya dan diselimuti dengan ulos sibolang, maka diatur pula letak
duduk para keluarga.Ketika acara penyampaian kata-kata penghiburan oleh
unsur-unsur dalihan natolu sedang berlangsung, diantara keturunan orangtua yang
meninggal masih ada yang menangis.Pada saat yang bersamaan, datanglah pargonsi
(pemain gondang) sesuai dengan undangan yang disampaikan pihak suhut kepada
mereka.Tempat untuk pargonsi sudah dipersiapkan lebih dahulu yaitu di bagian
teras rumah.Setelah acara makan bersama, para pargonsi pun mengambil tempat
mereka yang ada di teras rumah dan mempersiapkan instrumen-instrumen mereka
masing-masing.Umumnya semua pemain duduk menghadap kepada yang
meninggal.Kegiatan margondang di dalam rumah biasanya dilakukan pada malam
hari, sedangkan pada siang hari harinya dipergunakan pargonsi untuk
istirahat.Dan pada malam hari tiba, pargonsi pun sudah bersiap-siap untuk
memainkan gondang sabangunan.
B.Pihak
keluarga dan dalihan na tolu (hula-hula, dongan tubu, boru)
Pada saurmatua penting adanya pihak dalihan
na tolu untuk hadir dalam acara tersebut guna mempersiapkan semua
keperluan. Kemudian pargonsi memainkan gondang Lae-lae atau gondang
elek-elek, yaitu gondang yang memberitahukan dan mengundang
masyarakat sekitarnya supaya hadir di rumah duka untuk turut menari
bersama-sama.Pihak suhut berdiri di sebelah kanan yang meninggal, borudisebelah
kiri yang meninggal dan hula-hula berdiri di depan yang meninggal. Jika masih
ada suami atau isteri yang meninggal maka mereka berdiri di sebelah kanan yang
meninggal bersama dengan suhut hanya tapi mereka paling depan. Kemudian
kegiatan margondang dibuka oleh pengurus gereja (pangulani huria).Semua unsur
Dalihan Natolu berdiri di tempatnya masing-masing.
Berdasarkan
penjelasan diatas maka peneliti akan menjelaskan makna yang terdapat pada
simbol-simbol gondang sabangunan yang dimainkan di dalam rumah. Penulis
akan mendiskripsikan simbol-simbol yang ada pada gondang sabangunan yang
dimainkan di dalam rumah :
a. Gondang
Lae-lae, Gondang Mula-mula, dan Gondang Somba-somba
Gondang
sabangunan yang dimainkan di dalam rumah ialah gondang
lae-lae dengan maksud memberitahukan bahwa orangtua yang meninggal adalah saurmatua,
kemudian untuk mengundang para masyarakat sekitar untuk turut hadir dalam
acara tersebut, juga menandakanbahwa akan dimulainya acara upacara kematian saurmatua.
b. Gondang Liat-liat
sesudah mengungkapkan tanda sembah
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan hormat kepada sesama, dengan berdiri di tempat, tortor
dilanjutkan dengan meminta gondang liat-liat (keliling).
>>Tortor diakhiri
dengan gondang sitio-tio (bening,
jernih, bersih) yang disatukan dengan gondang
hasahatan (kesampaian).
2. Upacara
Maralaman (di halaman rumah)
Upacara maralaman
adalah upacara teakhir sebelum penguburan mayat yang saurmatua.Di dalam
adat Batak Toba, kalau seseorang yang saurmatua meninggal maka harus
diberangkatkan dari antaran bidang (halaman rumah) ke kuburan (Partuatna).
Maka dalam upacara maralaman akan dilaksanakan adat partuatna.
Pada upacara ini posisi dari semua unsur Dalihan Na Tolu berbeda dengan
posisi mereka ketika mengikuti upacara di dalam rumah.Biasanya setelah
keturunan yang meninggal ini menerima ulos yang diberikan hulahula,
lalu mereka mengelilingi sekali lagi mayat.Kemudian pihak ale-ale yang mangaliat,
juga memberikan beras atau uang.Dan kegiatan gondang ini diakhiri dengan pihak parhobas
dan naposobulung yang menari.Pada akhir dari setiap kelompok yang
menari selalu dimintakan gondang Hasahatan atau sitio-tio dan
mengucapkan ‘horas’ sebanyak 3 kali.Pada saat setiap kelompok Dalihan
Na Tolu menari, ada juga yang mengadakan pembagian jambar, dengan
memberikan sepotong daging yang diletakkan dalam sebuah piring dan diberikan
kepada siapa yang berkepentingan.Sementara diadakan pembagian jambar, kegiatan margondang
terus berlanjut. Setelah semuanya selesai menari, maka acara diserahkan
kepada pengurus gereja, karena merekalah yang akan menutup upacara ini. Lalu
semua unsur Dalihan Na Tolu mengelilingi peti mayat yang tertutup. Di
mulai acara gereja dengan bernyanyi, berdoa, penyampaian firman Tuhan,
bernyanyi, kata sambutan dari pengurus gereja, bernyanyi dan doa penutup.
Kemudian peti mayat dipakukan dan siap untuk dibawa ke tempat penguburannya
yang terakhir yang telah dipersiapkan sebelumnya peti mayat diangkat oleh hasuhutan
dibantu dengan boru dan dongan sahuta, sambil diiringi
nyanyian gereja yang dinyanyikan oleh hadirin sampai ke tempat
pemakamannya.Acara pemakaman diserahkan sepenuhnya kepada pengurus
gereja.Setelah selesai acara pemakaman, kembalilah semua yang turut mengantar
ke rumah duka.
>> Makna Pada Objek Fisik Gondang Sabangunan dalam Upacara
Kematian Saurmatua pada
Masyarakat Batak Toba di Pekanbaru :
1. Taganing merupakan termasuk dalam seperangkat gondang sabangunan. Taganing adalah salah satu alat musik Batak Toba, yang terdiri lima buah gendang yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga sebagai ritem variable dalam beberapa lagu. Klasifikasi instrumen ini termasuk ke dalam kelompok membranophone, dimainkan dengan cara dipukul membrannya dengan menggunakan palupalu (stik). Taganing adalah drum set melodis (drum-chime), yaitu terdiri dari lima buahgendang yang gantungkan dalam sebuah rak. Bentuknya sama dengan gordang, hanya ukurannya bermacam-macam. Yang paling besar adalah gendang paling kanan, dan semakin ke kiri ukurannya semakin kecil.Nadanya juga demikian, semakin ke kiri semakin tinggi nadanya.Taganing ini dimainkan oleh satu atau 2 orang dengan menggunakan dua buah stik.
2. Gordang ini berfungsi sebagai
instrumen ritme variabel, yaitu memainkan iringan musik lagu yang bervariasi.
Selain itu gordang juga berfungsi sebagai instrumen untuk menjaga tempo
yang konstan dalam permainan saat keseruhan instrumen dibunyikan.Pada
hakikatnya fungsi dan kegunaan Gordang tidak berubah namun pada zaman
sekarang penggunaannya lebih luas seiring dengan perkembangan musik yang di
kenal pada saat sekarang, dimana gondang ini dapat tergolong ke dalam
musik kontemporer dalam beberapa pergelaran musik yang diselenggarakan.
3.
Sarune bolon (aerophone double reed) adalah alat musik tiup yang paling besar
yang terdapat pada masyarakat Toba. Alat musik ini digunakan dalam ensambel
musik yang paling besar juga, yaitu gondang bolon (artinya : ensambel besar).
Sarune bolon dalam ensambel berfungsi sebagai pembawa melodi utama.Dalam
ensambel gondang bolon biasanya hanya dimainkan satu buah saja.Pemainnya
disebut parsarune.
4. Ogung
Oloan adalah salah satu gung berpencu yang terdapat pada Batak Toba. Dalam
acara adat saurmatua, oloan dimainkan secara bersamaan dengan dua
buah ogung yang lain dalam satu ensambel, sehingga jumlahnya tiga buah,
yang juga dimainkan oleh tiga orang pemain. Ketiga ogung ini biasa
disebut dengan ogung, namun masing-masing penamaan ogung ini
dibedakan berdasarkan peranannya di dalam ensambel musik.
5. Ogung
Ihutan dianggap oleh orang Batak Toba sebagai suatu permainan "tanya
jawab".
6. Ogung Panggora
adalah satu buah gong yang berpencu yang dimainkan oleh satu orang. Bunyi dari
gung ini adalah ‘ pok’. Bunyi ini timbul adalah karena gong ini dimainkan
dengan memukul pencunya dengan stick sambil berdiri dan sisi gong tersebut
dimute (diredam) dengan tangan. Gong ini adalah gong yang paling besar dinatara
keempat gong yang ada. Ukurannya adalah garis menengah 37 cm, tinggi (tebal) 6
cm dan diameter pencunya lebih kurang 13 cm.
7. Hesek berfungsi
menuntun instrumen lain secara bersama-sama dimainkan. Tanpa hesek, permainan
musik instrumen akan terasa kurang lengkap. Walaupun alat dan suaranya
sederhana saja, namun peranannya penting dan menentukan.Hesek adalah instrumen
musik pembawa tempo utama dalam ensambel musik gondang sabangunan Hesek ini
merupakan alat musik perkusi konkusi. Hesek ini terbuat dari bahan metal yang
terdiri dari dua buah dengan bentuk sama, yaitu seperti cymbal, namun ukurannya
relatif jauh lebih kecil dengan diameter lebih kurang 10-15 cm, dan dua buah
alat tersebut dihubungkan dengan tali. Namun sekarang ini alat musik ini
terkadang digunakan sebuah besi saja, bahkan kadang-kadang dari botol saja.
BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Nilai-nilai yang Terkandung dalam Upacara Kematian Saurmatua
pada Masyarakat Batak Toba di Pekanbaru Nilai
Sosial yang ada pada acara adat saurmatua adalah nilai hasangapon ditengah
kehidupan bermasyarakat. Nilai hasangapon ini berarti individu telah
memperoleh status yang berbeda dengan individu yang lain dan mendapatkan
penghargaan dari lingkungan sekitar. Perbedaan besar antara perlakuan
masyarakat sangat tampak dari kehadiran masyarakat yang hadir keacara adat ini.Hasangapon
ini berarti seorang individu telah mendapat kehormatan dan disegani oleh
masyarakat terutama oleh marga dan kerabat yang meninggal. Nilai
Kekeluargaan, fungsi nilai kekeluargaan sangat erat hubungannya. Pihak kerabat
memegang hubungan yang sangat penting didalam pelaksanaan upacara adat ini.
Dalihan Natolu yaitu pihak hula-hula, dongan tubu dan boru akan
menjalankan perannya masing dalam pelaksanaan acara adat ini. Pihak hula-hula
akan memberikan ulos holong kepada suami/istri yang ditinggalkan. Nilai
Agama yang ada pada acara saurmatua adalah ungkapan syukur oleh pihak
kerabat kepada Tuhan karena telah memberikan orangtua yang berhasil membimbing
anak-anaknya hingga berhasil dan menikah.Selain dari itu, nilai yang ada pada
konsep religi adalah meminta kepada Tuhan agar anak-anak yang ditinggalkan
tetap diberikan ketabahan dan kekuatan sahala orangtua yang meninggal
tetap membimbing dan memperhatikan akan-anaknya yang ditinggalkan.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Pasaribu. 2003. Analisis Musik Indonesia.Pantja
Simpati: Jakarta
Abdul,
Chaer. 2003. Linguistik Umum.
Jakarta: Rineka Cipta
Alex,
Sobur. 2010. Psikologi Umum.
Bandung: Pustaka Setia
Alo.2002.
Makna Budaya dalam Komunikasi antar
Budaya. Yogyakarta: LKiS PelangiAksara
Alwasilah,
Ahmad. 2002. Pokoknya Kualitatif:
Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Pustaka Jaya:
Bandung
Barry.
1994. Kamus Ilmiah Populer.
Surabaya:Arkola
Blumer.1996.
Symbolic Interactionism Perspective
and Method.Englewood Cliffs.
NJ: Prentce Hall ungin, Burhan.2003. Analisis
Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
.2009. Metode Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Kencana
Dedikbud.2003.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka: Jakarta
Departemen
Pendidikan Nasional.2007.Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka
Dedikbud.
2002. Adat dan Upacara Perkawinan
Daerah Sumatera Utara. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan
Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta
Djajasudarma.1999.
Penalaran Deduktif-Induktif dalam
Wacana Bahasa Indonesia. Bandung: Alqaprint
Effendy, Onong. 2002. Hubungan Masyarakat Suatu Studi: Komunikologis. Bandung: Remaja
Rosdakary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar