Minggu, 03 Desember 2017

MAKNA SIMBOLIK GONDANG SABANGUNAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA


WIREM MULTIANI SIAHAAN
 NIM : 2172142010

A.    Latar Belakang
Suku Batak memiliki identitas yang membedakan dengan kebudayaan suku yang lain. Salah satu identitas ini adalah mengadakan upacara kematian yang menggunakan alat musik gondang berupa Gondang sabangunan.Gondang sabanguan merupakan salah satu keunikan nilai-nilai warisan budaya yang hadir di Pekanbaru.Kebudayaan masyarakat Batak yangini dibawa oleh para perantau dari daerah asal yaitu bonapasogit kemudian menyebar ke seluruh Indonesia termasuk di Pekanbaru.Meskipun suku Batak bukanlah mayoritas di Pekanbaru, namun budaya gondang sabangunan tetap dapat berkembang.Apriyan D. Rakhmat dalam tulisannya mengenai “Pluralisme Kota Pekanbaru” menyebutkan bahwa Kota Pekanbaru adalah jantung pertemuan etnis dan suku yang ada di Riau.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, sebaiknya kita tidak lupa dengan akar budaya yang kita miliki, termasuk nilai seni dan adat istiadat. Sebuah degradasi tentang pemahaman budaya yang dialami oleh kaum muda saat ini tampaknya sedang diperhadapkan pada pergeseran pemahaman tentang budaya dan adat istiadat, hal ini sangat mungkin terjadi akibat pengaruh teknologi modern dan budaya asing yang sedang diperhadapkan secara bebas dan terbuka tanpa memiliki batas, serta mudah untuk diakses oleh semua kalangan.
Seiring dengan perkembangan zaman menjadikan musik tradisional Batak mulai tergeser oleh musik-musik bergenre modern, seperti pop, rock, dan lainnya. Para musisi yang  memainkan alat musik tradisional Batak juga sudah beranjak tua. Sementara kaum muda, baik yang memang sudah menjadi musisi yang memainkan alat musik tradisional Batak maupun yang belum, mulai didorong oleh hal-hal estetis dan ekonomis untuk memainkan alat dan genre musik yang lebih laris. Hal itu bisa menjadi penyebab musik tradisional Batak akan hilang sebagian atau semuanya. Sebelum gondang berkembang, gondang hanya akan bertahan hidup dalam konteks agama Parmalim yang masih mempergunakan musik ini dalam konteks aslinya. Untuk menghormati nenek moyang, mereka mempergunakan musik nenek moyangnya untuk menyampaikan doa ke Debata Mulajadi Na Bolon (Tuhan pencipta).
Masyarakat Batak merupakan kelompok etnis yang masih kuat mempertahankan tradisi ritual adat dalam berbagai tahapan peristiwa, termasuk dalam peristiwa kematian.Dalam menjalankan ritual adat, masyarakat Batak tidak hanya melibatkan pihak keluarga dekat namun juga seluruh kerabat yang bersangkutan.Oleh sebab itu, ritual adat pada upacara kematian suku batak membutuhkan iringan alat musik agar dapat berlangsung dengan baik.Adapun maksud dan tujuan masyarakat Batak Toba untuk mengadakan upacara kematian itu tentunya berlatar belakang kepercayaan tentang kehidupan. Berbicara tentang upacara kematian pada suku Batak Toba, dapat ditinjau dari defenisi dari istilah kematian saurmatua adalah seseorang yang  meninggal dunia apakah suami atau istri yang sudah bercucu baik dari anak laki-laki atau perempuan. Biasanya pada upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba akan diiringi oleh alunan musik yang dulunya biasa disebut dengan ‘gorsi-gorsi’ satu hari sebelum mayat tersebut dikebumikan. Alunan gondang itu biasa dilakukan untuk menghormati arwah yang telah meninggal dan juga untuk silahturahmi/ pertemuan yang terakhir dari semua keluarga serta kerabat-kerabat terdekat dari orang yang meninggal tersebut sebelum pada besok harinya akan dimasukkan ke dalam peti jenazah untuk dikebumikan.



Gondang sebagai budaya musik yang hidup ditengah-tengah masyarakat suku Batak Toba memiliki peran dalam ritual kepercayaan masyarakat Batak Toba. Pengertian gondang sebagai seperangkat alat musik batak sebagai kumpulan alat-alat musik tradisional batak toba terbagi menjadi dua bagian yaitu; Gondang Sabangunan, yang terdiri dari: Taganing, Gordang, Sarune, Ogung Oloan, Ogung Ihutan, Ogung Panggora, Ogung Doal dan Hesek, dan Gondang Hasapi yang terdiri dari: Sarune Etek, Sulim, Garantung, Hasapi, Odap dan Hesek. Dalam upacara kematian tersebut menggunakan Gondang yang dijadikan sebagai pengumuman kepada masyarakat bahwa ada orang tua yang meninggal saurmatua.Sebagai salah satu bentuk aktivitas adat, maka pelaksanaan upacara kematian ini tidak terlepas dari kehadiran dari unsur-unsur Dalihan Na Tolu yang memainkan peranan berupa hak dan kewajiban pada setiap suku Batak Toba.Maka Dalihan Na Tolu inilah yang mengatur peranan tersebut sehingga prilaku setiap unsur khususnya dalam kegiatan adat maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak menyimpang dari adat yang sudah ada.Adanya perubahan pada kebudayaan gondang sabangunan dalam acara kematian saurmatua sesungguhnya adalah wajar, hal ini dikarenakan kebudayaan tidak bersifat statis.Setiap kebudayaan selalu ditumbuhkembangkan oleh pemilik kebudayaannya (Liliweri, 2003: 58). Namun, pergeseran penggunaan alat musik gondang sabangunan yang semakin meluas dikhawatirkan akan turut membawa pergeseran makna budaya dari simbol-simbol yang dimiliki oleh gondang sabangunan tidak lagi dipahami secara benar. Selain itu, mengingat bahwa gondang merupakan salah satu warisan kebudayaan yang harus dilestarikan, maka penting untuk mengangkat makna dari simbol-simbol gondang sabangunan sebagai cara menggali, mengkajidan mengembangkan nilai-nilai dibalik makna gondang sabangunan yang tidak teramati secara langsung. Gondang sabangunan sesungguhnya terdiri dari aspek-aspek simbolik yang kaya akan makna. Baik itu aspek sosial dan aspek fisik seperti alat musik dan kostum yang digunakan, hingga gerak tubuh atau tarian yang dilakukan oleh pemain gondang sabangunan dan masyarakat batak yang mengikuti upacara kematian saurmatua.
Pesan-pesan dalam gondang sabangunan dalam acara kematian saurmatua yang ditransmisikan melalui simbol gerakan atau tarian, benda hingga alat musik yang dimainkan, semuanya memiliki makna.Sistem simbol dan makna tersebut kemudian diaplikasikan melalui interaksi simbolik. Dimana proses interaksi simbolik tersebut melibatkan interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Manusia dalam interaksi simbolik menggunakan simbol-simbol untuk mempresentasikan apa yang dimaksud kepada sesamanya dan berpengaruh pula terhadap penafsiransimbol-simbol dalam interaksi sosial (Mulyana, 2010: 71).
Melihat realitas diatas penulis tertarik untuk mengangkat makna simbolik gondang sabangunan sebagai cara untuk menggali dan mengangkat identitas suku Batak yang merupakanwarisan budaya masyarakat Batak, sekaligus membantu pelestarian gondang sabangunan dalam upacara adat saurmatua itu sendiri.











BAB II
ISI
A.Tinjauan Pustaka

Istilah komunikasi berasal dari bahasa inggris Communication berasal dari bahasa Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama yaitu sama makna (Effendy, 2002:10). Menurut Schramm dalam Suranto (2005:14) mengatakan komunikasi merupakan tindakan melaksanakan kontak antara pengirim dan penerima, dengan bantuan pesan pengirim dan penerima memiliki beberapa pengalaman bersama yang memberi arti pada pesan dan simbol yang dikirim oleh pengirim dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima. Sedangkan menurut M. Rogers dalam Suranto (2005:15) komunikasi adalah pesan yang didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirmkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk mengubah perilakunya.
Kebudayaan adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa.Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal.Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari kata dari kata colera.Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).Komunikasi dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat, dimana dengan komunikasilah orang bisa menciptakan kebudayaan, begitu juga sebaliknya dengan kebudayaan yang diciptakan manusialah, maka manusia belajar komunikasi. Jadi hubungan antara komunikasi dan kebudayaan sungguh sangat erat, jika dikaitkan dengan kegiatan budaya dan praktek adat tradisi upacara kematian saurmatua bagi masyarakat Batak Toba, bahwa didalam kegiatan budaya dan praktek adat tersebut sangat terlihat jelas terdapat dua unsur yaitu komunikasi dan kebudayaan, dimana manusia yang terdapat didalam kegiatan budaya dan praktek adat tersebut merupakan aktor komunikasi yang slaing menjalin komunikasi dengan manusia lainnya dalam sebuah kegiatan budaya dan praktek adat yang merupakan hasil, karya, cipta manusia itu sendiri. Jadi dengan komunikasi orang bisa menciptakan kebudayaan dan dengan adanya kebudayaan tersebut orang belajar komunikasi.
Di dalam semantik, pengertian makna (sense) dibedakan dengan arti (meaning).Menurut Djajasudarma (1999:5) makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata) sedangkan arti adalah pengertian suatu kata sebagai unsur yang dihubungkan. Lyons (1977:204) berpendapat bahwa mengkaji makna suatu kata adalah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata lain.
Simbol berasal dari kata symballo yang berasal dari bahasa Yunani.Symballo artinya ”melempar bersama-sama”, melempar atau meletakkan bersama-sama dalam satu ide atau konsep objek yang kelihatan, sehingga objek tersebut mewakili gagasan. Simbol dapat menghantarkan seseorang ke dalam gagasan atau konsep masa depan maupun masa lalu. Simbol adalah gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu.







Dapat dijelaskan bahwa “simbol” merupakan lambing, benda dan lain sebagainya yang mengatakan sesuat hal dan memiliki makna, sedangkan “simbolik” merupakan kegiatan perilaku atau praktek yang berhubungan dengan lambing atau benda dan lain sebagainya yang mengatakan sesuatu hal dan memiliki makna. Telah diketahui bahwa kalau seseorang memperkatakan sesuatu, terdapat tiga hal yang oleh Ullmann (1972:57) diusulkan istilah : name, sense, dan thing. Soal makna terdapat dalam sense, dan ada hubungan timbal balik antara nama dengan pengertian sense. Apabila seseorang mendengar kata tertentu, ia dapat membayangkan bendanya atau sesuatu yang diacu, dan apabila seseorang membayangkan sesuatu, ia segera dapat mengatakan pengertiannya itu. Hubungan antara nama dengan pengertian, itulah yang disebut makna. Acuan tidak disebut-sebut oleh karena menurut Ullmann (1972:57), acuan berada diluar jangkauan linguis.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi dan pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2010: 68). Sedangkan menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993), interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku manusia. Pemikiran Blumer memiliki pengaruh cukup luas dalam berbagai riset sosiologi.Bahkan Blumer memiliki pengaruh cukup luas dalam berbagai riset sosial.Selain itu Blumer pun berhasil mengembangkan interaksionisme simbolik sampai pada tingkat metode yang cukup rinci. Teori interaksionisme simbolik yang dimaksud Blumer bertumpuk pada tiga premis utama:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.
2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai.Misalkan kita mengatakan bahwa orang itu baik atau lukisan itu indah.Berarti kita melakukan penilaian terhadap suatu objek.Baik dan indah adalah contoh nilai.Manusia memberikan nilai pada sesuatu.Sesuatu itu dikatakan adil, baik, cantik, anggun, dan sebagainya. Selain itu beberapa nilai yang terkandung dalam upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba adalah sebagai berikut:
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Selain itu nilai sosial juga memiliki bentuk-bentuk yang berhubungan dengan kehidupan sosial diantaranya pemikiran, perilaku, dan benda.Dari kutipan tersebut dapat terlihat bahwa nilai sosial juga terdapat dalam upacara kematian saurmatua dimana dalam upacara tersebut juga terdapat pemikiran, perilaku dan benda.
Nilai Kekeluargaan adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga dan makan dalam satu periuk.


Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
Nilai kekeluargaan merupakan kumpulan sikap atau anggapan terhadap suatu hal mengenai baik/buruk, benar/salah, patut/tidak patut maupun penting/tidak penting yang berlaku dalam suatu kelompok yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh adanya hubungan perkawinan atau darah.Nilai Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting yang berguna bagi kemanusiaan.
Nilai merupakan dengan suatu yang ada hubungannya dengan subjek, sesuatu yang dianggap bernilai jika pribadi itu merasa bahwa sesuatu itu bernilai.Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai tingkah laku. Sedangkan agama adalah peraturan Tuhan yang membimbing orang yang berakal,dengan jalan memilihnya untuk mendapatkan keselamatan dunia akhirat di dalamnya mencakup unsur-unsur keimanan dan amal perbuatan.Agama juga diartikan sebagai segenap kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Jadi, yang dimaksud dengan nilai agama adalah suatu kandungan atau isi dari ajaran untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.Nilai agama adalah suatu nilai yang berlaku dalam agama dimana antara agama dan nilai harus berdampingan, nilai baik, agama juga baik.Nilai agama adalah nilai yang bersifat keagamaan.Nilai agama di atas telah memberikan gambaran bahwa nilai agama adalah nilai yang mengatur upacara kematian saur matua yang sesuai dengan agama dan setiap acara demi acara pada upacara kematian saurmatua tersebut tidak keluar dari batasan agama.





















BAB III
PEMBAHASAN
A.METODE PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu makna simbolik gondang sabangunan dalam upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba di Pekanbaru, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif, yaitu upaya untuk mencari pemecahan masalah dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa berdasarkan fakta atau bukti yang ada Karakteristik informan pada penelitian ini adalah pemain alat musik gondang sabangunan di Lusita Musik, keluarga Op. Deodatus Sianturi yang melaksanakan dan mengikuti upacara kematian saurmatua, juga tokoh adat Batak di Pekanbaru.
Yang menjadi objek penelitian dalam hal ini adalah makna simbolik gondang sabangunan dalam upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba di Pekanbaru.

>>Makna Simbolik Pada Objek Sosial Gondang Sabangunan dalam Upacara Kematian Saurmatua pada Masyarakat Batak Toba di Pekanbaru.
1. Upacara di jabu (di dalam rumah)
A.Letak duduk keluarga
Upacara di jabu ini biasanya di buka pada pagi hari (sekitar jam 10.00 Wib) oleh pengurus gereja. Pada saat upacara di rumah (jabu) akan dimulai, mayat dari orangtua yang meninggal dibaringkan di jabu bona (ruang tamu). Letaknya berhadapan dengan kamar orangtua yang meninggal ataupun kamar anak-anaknya dan diselimuti dengan ulos sibolang, maka diatur pula letak duduk para keluarga.Ketika acara penyampaian kata-kata penghiburan oleh unsur-unsur dalihan natolu sedang berlangsung, diantara keturunan orangtua yang meninggal masih ada yang menangis.Pada saat yang bersamaan, datanglah pargonsi (pemain gondang) sesuai dengan undangan yang disampaikan pihak suhut kepada mereka.Tempat untuk pargonsi sudah dipersiapkan lebih dahulu yaitu di bagian teras rumah.Setelah acara makan bersama, para pargonsi pun mengambil tempat mereka yang ada di teras rumah dan mempersiapkan instrumen-instrumen mereka masing-masing.Umumnya semua pemain duduk menghadap kepada yang meninggal.Kegiatan margondang di dalam rumah biasanya dilakukan pada malam hari, sedangkan pada siang hari harinya dipergunakan pargonsi untuk istirahat.Dan pada malam hari tiba, pargonsi pun sudah bersiap-siap untuk memainkan gondang sabangunan.

B.Pihak keluarga dan dalihan na tolu (hula-hula, dongan tubu, boru)
Pada saurmatua penting adanya pihak dalihan na tolu untuk hadir dalam acara tersebut guna mempersiapkan semua keperluan. Kemudian pargonsi memainkan gondang Lae-lae atau gondang elek-elek, yaitu gondang yang memberitahukan dan mengundang masyarakat sekitarnya supaya hadir di rumah duka untuk turut menari bersama-sama.Pihak suhut berdiri di sebelah kanan yang meninggal, borudisebelah kiri yang meninggal dan hula-hula berdiri di depan yang meninggal. Jika masih ada suami atau isteri yang meninggal maka mereka berdiri di sebelah kanan yang meninggal bersama dengan suhut hanya tapi mereka paling depan. Kemudian kegiatan margondang dibuka oleh pengurus gereja (pangulani huria).Semua unsur Dalihan Natolu berdiri di tempatnya masing-masing.





Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti akan menjelaskan makna yang terdapat pada simbol-simbol gondang sabangunan yang dimainkan di dalam rumah. Penulis akan mendiskripsikan simbol-simbol yang ada pada gondang sabangunan yang dimainkan di dalam rumah :
a. Gondang Lae-lae, Gondang Mula-mula, dan Gondang Somba-somba
Gondang sabangunan yang dimainkan di dalam rumah ialah gondang lae-lae dengan maksud memberitahukan bahwa orangtua yang meninggal adalah saurmatua, kemudian untuk mengundang para masyarakat sekitar untuk turut hadir dalam acara tersebut, juga menandakanbahwa akan dimulainya acara upacara kematian saurmatua.

b. Gondang Liat-liat
sesudah mengungkapkan tanda sembah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan hormat kepada sesama, dengan berdiri di tempat, tortor dilanjutkan dengan meminta gondang liat-liat (keliling).



>>Tortor diakhiri dengan gondang sitio-tio (bening, jernih, bersih) yang disatukan dengan gondang hasahatan (kesampaian).
2. Upacara Maralaman (di halaman rumah)
Upacara maralaman adalah upacara teakhir sebelum penguburan mayat yang saurmatua.Di dalam adat Batak Toba, kalau seseorang yang saurmatua meninggal maka harus diberangkatkan dari antaran bidang (halaman rumah) ke kuburan (Partuatna). Maka dalam upacara maralaman akan dilaksanakan adat partuatna. Pada upacara ini posisi dari semua unsur Dalihan Na Tolu berbeda dengan posisi mereka ketika mengikuti upacara di dalam rumah.Biasanya setelah keturunan yang meninggal ini menerima ulos yang diberikan hulahula, lalu mereka mengelilingi sekali lagi mayat.Kemudian pihak ale-ale yang mangaliat, juga memberikan beras atau uang.Dan kegiatan gondang ini diakhiri dengan pihak parhobas dan naposobulung yang menari.Pada akhir dari setiap kelompok yang menari selalu dimintakan gondang Hasahatan atau sitio-tio dan mengucapkan ‘horas’ sebanyak 3 kali.Pada saat setiap kelompok Dalihan Na Tolu menari, ada juga yang mengadakan pembagian jambar, dengan memberikan sepotong daging yang diletakkan dalam sebuah piring dan diberikan kepada siapa yang berkepentingan.Sementara diadakan pembagian jambar, kegiatan margondang terus berlanjut. Setelah semuanya selesai menari, maka acara diserahkan kepada pengurus gereja, karena merekalah yang akan menutup upacara ini. Lalu semua unsur Dalihan Na Tolu mengelilingi peti mayat yang tertutup. Di mulai acara gereja dengan bernyanyi, berdoa, penyampaian firman Tuhan, bernyanyi, kata sambutan dari pengurus gereja, bernyanyi dan doa penutup. Kemudian peti mayat dipakukan dan siap untuk dibawa ke tempat penguburannya yang terakhir yang telah dipersiapkan sebelumnya peti mayat diangkat oleh hasuhutan dibantu dengan boru dan dongan sahuta, sambil diiringi nyanyian gereja yang dinyanyikan oleh hadirin sampai ke tempat pemakamannya.Acara pemakaman diserahkan sepenuhnya kepada pengurus gereja.Setelah selesai acara pemakaman, kembalilah semua yang turut mengantar ke rumah duka.

>> Makna Pada Objek Fisik Gondang Sabangunan dalam Upacara Kematian Saurmatua pada Masyarakat Batak Toba di Pekanbaru :

1. Taganing merupakan termasuk dalam seperangkat gondang sabangunan. Taganing adalah salah satu alat musik Batak Toba, yang terdiri lima buah gendang yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga sebagai ritem variable dalam beberapa lagu. Klasifikasi instrumen ini termasuk ke dalam kelompok membranophone, dimainkan dengan cara dipukul membrannya dengan menggunakan palupalu (stik). Taganing adalah drum set melodis (drum-chime), yaitu terdiri dari lima buahgendang yang gantungkan dalam sebuah rak. Bentuknya sama dengan gordang, hanya ukurannya bermacam-macam. Yang paling besar adalah gendang paling kanan, dan semakin ke kiri ukurannya semakin kecil.Nadanya juga demikian, semakin ke kiri semakin tinggi nadanya.Taganing ini dimainkan oleh satu atau 2 orang dengan menggunakan dua buah stik.

2. Gordang ini berfungsi sebagai instrumen ritme variabel, yaitu memainkan iringan musik lagu yang bervariasi. Selain itu gordang juga berfungsi sebagai instrumen untuk menjaga tempo yang konstan dalam permainan saat keseruhan instrumen dibunyikan.Pada hakikatnya fungsi dan kegunaan Gordang tidak berubah namun pada zaman sekarang penggunaannya lebih luas seiring dengan perkembangan musik yang di kenal pada saat sekarang, dimana gondang ini dapat tergolong ke dalam musik kontemporer dalam beberapa pergelaran musik yang diselenggarakan.



3. Sarune bolon (aerophone double reed) adalah alat musik tiup yang paling besar yang terdapat pada masyarakat Toba. Alat musik ini digunakan dalam ensambel musik yang paling besar juga, yaitu gondang bolon (artinya : ensambel besar). Sarune bolon dalam ensambel berfungsi sebagai pembawa melodi utama.Dalam ensambel gondang bolon biasanya hanya dimainkan satu buah saja.Pemainnya disebut parsarune.

4. Ogung Oloan adalah salah satu gung berpencu yang terdapat pada Batak Toba. Dalam acara adat saurmatua, oloan dimainkan secara bersamaan dengan dua buah ogung yang lain dalam satu ensambel, sehingga jumlahnya tiga buah, yang juga dimainkan oleh tiga orang pemain. Ketiga ogung ini biasa disebut dengan ogung, namun masing-masing penamaan ogung ini dibedakan berdasarkan peranannya di dalam ensambel musik.

5. Ogung Ihutan dianggap oleh orang Batak Toba sebagai suatu permainan "tanya jawab".

6. Ogung Panggora adalah satu buah gong yang berpencu yang dimainkan oleh satu orang. Bunyi dari gung ini adalah ‘ pok’. Bunyi ini timbul adalah karena gong ini dimainkan dengan memukul pencunya dengan stick sambil berdiri dan sisi gong tersebut dimute (diredam) dengan tangan. Gong ini adalah gong yang paling besar dinatara keempat gong yang ada. Ukurannya adalah garis menengah 37 cm, tinggi (tebal) 6 cm dan diameter pencunya lebih kurang 13 cm.

7. Hesek berfungsi menuntun instrumen lain secara bersama-sama dimainkan. Tanpa hesek, permainan musik instrumen akan terasa kurang lengkap. Walaupun alat dan suaranya sederhana saja, namun peranannya penting dan menentukan.Hesek adalah instrumen musik pembawa tempo utama dalam ensambel musik gondang sabangunan Hesek ini merupakan alat musik perkusi konkusi. Hesek ini terbuat dari bahan metal yang terdiri dari dua buah dengan bentuk sama, yaitu seperti cymbal, namun ukurannya relatif jauh lebih kecil dengan diameter lebih kurang 10-15 cm, dan dua buah alat tersebut dihubungkan dengan tali. Namun sekarang ini alat musik ini terkadang digunakan sebuah besi saja, bahkan kadang-kadang dari botol saja.




BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Nilai-nilai yang Terkandung dalam Upacara Kematian Saurmatua pada Masyarakat Batak Toba di Pekanbaru Nilai Sosial yang ada pada acara adat saurmatua adalah nilai hasangapon ditengah kehidupan bermasyarakat. Nilai hasangapon ini berarti individu telah memperoleh status yang berbeda dengan individu yang lain dan mendapatkan penghargaan dari lingkungan sekitar. Perbedaan besar antara perlakuan masyarakat sangat tampak dari kehadiran masyarakat yang hadir keacara adat ini.Hasangapon ini berarti seorang individu telah mendapat kehormatan dan disegani oleh masyarakat terutama oleh marga dan kerabat yang meninggal. Nilai Kekeluargaan, fungsi nilai kekeluargaan sangat erat hubungannya. Pihak kerabat memegang hubungan yang sangat penting didalam pelaksanaan upacara adat ini. Dalihan Natolu yaitu pihak hula-hula, dongan tubu dan boru akan menjalankan perannya masing dalam pelaksanaan acara adat ini. Pihak hula-hula akan memberikan ulos holong kepada suami/istri yang ditinggalkan. Nilai Agama yang ada pada acara saurmatua adalah ungkapan syukur oleh pihak kerabat kepada Tuhan karena telah memberikan orangtua yang berhasil membimbing anak-anaknya hingga berhasil dan menikah.Selain dari itu, nilai yang ada pada konsep religi adalah meminta kepada Tuhan agar anak-anak yang ditinggalkan tetap diberikan ketabahan dan kekuatan sahala orangtua yang meninggal tetap membimbing dan memperhatikan akan-anaknya yang ditinggalkan.















DAFTAR PUSTAKA

A. Pasaribu. 2003. Analisis Musik Indonesia.Pantja Simpati: Jakarta
Abdul, Chaer. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Alex, Sobur. 2010. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
Alo.2002. Makna Budaya dalam Komunikasi antar Budaya. Yogyakarta: LKiS PelangiAksara
Alwasilah, Ahmad. 2002. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Pustaka Jaya: Bandung
Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:Arkola
Blumer.1996. Symbolic Interactionism Perspective and Method.Englewood Cliffs. NJ: Prentce Hall ungin, Burhan.2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
.2009. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
Dedikbud.2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta
Departemen Pendidikan Nasional.2007.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka
Dedikbud. 2002. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Sumatera Utara. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta
Djajasudarma.1999. Penalaran Deduktif-Induktif dalam Wacana Bahasa Indonesia. Bandung: Alqaprint
Effendy, Onong. 2002. Hubungan Masyarakat Suatu Studi: Komunikologis. Bandung: Remaja Rosdakary



Tidak ada komentar:

Posting Komentar