Minggu, 03 Desember 2017

PERANAN GORDANG SAMBILAN DALAM KEGIATAN UPACARA HORJA GODANG DI KOTANOPAN MANDAILING NATAL

NAMA: EVI PURNAMA SARI NASUTION
NIM: 2171142004

Gordang Sambilan adalah salah satu kesenian Tradisional suku Mandailing. Gordang artinya gendang
atau bedug sedangkan sambilan artinya sembilan. Gordang Sambilan terdiri dari sembilan Gendang
atau bedug yang mempunyai panjang dan diameter yang berbeda sehingga menghasilkan nada yang
berbeda pula. Gordang Sambilan biasa dimainkan oleh enam orang dengan nada gendang yang
paling kecil 1,2 sebagai taba-taba,gendang 3 tepe-tepe,gendang 4 kudong-kudong,gendang 5
kudong-kudong nabalik,gendang 6 pasilion,gendang 7,8,9 sebagai jangat. Dahulu gordang sambilan
hanya dimainkan pada acara-acara yang sakral,seiring dengan berkembangya kultur sosial
masyarakat saat ini gordang sambilan sudah sering diperdengarkan baik dalam acara
pernikahan,penyambutan tamu,hari besar. [1] Sebagai salah satu warisan budaya Indonesia Gordang
sambilan sudah pernah di mainkan di istana presiden.
Kata "sambilan" atau angka sembilan yang menjelaskan jumlah gordang atau gendang, katanya, juga
menjadi cerita yang belum terpecahkan hingga kini. Ada berbagai versi yang muncul, antara lain
pada masa kerajaan dahulu, pemukul Gordang harus berjumlah sembilan orang, terdiri dari naposo
bulung atau kaum muda, anak boru, kahanggi, serta raja itu sendiri.
Versi lain menyebutkan bahwa angka sembilan melambangkan sembilan raja yang saat itu berkuasa
di tanah Mandailing Natal, yakni Nasution, Pulungan, Rangkuti, Hasibuan, Lubis, Matondang,
Parinduri, Daulay, dan Batubara.
Onang onang adalah kesenian tradisional dari Mandailing.onang onang dapat di jabarkan nyanyian
khas Mandailing yang di iringi musik tertentu.
onang-onang sebagai nyanyian adat dengan menggunakan hata andung adalah merupakan cermin
kehidupan dari si panortor serta masyarakat dimana nyanyian ini hidup. Hal ini nyata terungkap
melalui lirik maupun alunan melodi musiknya, dimana kehidupan pribadi panortor, kehidupannya,
cita-cita, harapan, dan situasi sosial masyarakat pemilik budaya ini tergambar melalui teksnya, yang
diciptakan secara spontan dengan menggunakan bahasa-bahasa metaforis melalui pendekatan
struktural maupun semiotis. Secara etnomusikologis penggarapan terhadap lirik dan lagu dilakukan
dengan teknik eufonics (teknik memperindah bunyi melalui penambahan dan pengurangan suku
kata), sillabic (satu nada untuk setiap satu suku kata), melalui bentuk melodi musik dengan tangga
nada tethratonic (4 not) yang selalu diulang-ulang namun dengan materi teks yang cenderung selalu
baru (strofic). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nyanyian ini lebih mengutamakan lirik
daripada musiknya (logogenic).

Upacara Horja godang merupakan upacara adat perkawinan pada etnik Mandailing, dilaksanakan
setelah seminggu acara akad nikah. Upacara Horja Godang dilaksanakan oleh masyarakat keturunan
raja-raja di Kecamatan Kotanopan yang mayoritas penduduknya adalah etnik Mandailing. Metode
yang dipakai untuk menyelesaikan penelitian adalah menggunakan teknik kualitatif untuk
menghasilkan data secara deksriptif, dengan menggabungkan pendekatan musikologi,
etnomusikologi, antropologi, sosiologi, dan sejarah. Tujuan penelitian adalah mengungkap

keterkaitan musik Gordang Sambilan dengan upacara Horja Godang, mengkaji fungsi musik Gordang
sambilan dalam upacara Horja godang pada masyarakat Mandailing Natal Kotanopan. Hasil
penelitian, tradisi upacara Horja Godang berlangsung selama tiga hari, lima hari, atau satu minggu,
dan disesuaikan dengan ketentuan adat. Pada upacara Horja Godang ditampilkan Gordang Sambilan
sebagai musik pendukung upacara. Secara turun-temurun masyarakat Kotanopan berpendapat
bahwa musik Gordang Sambilan merupakan musik adat dan Gordang Sambilan diyakini sebagai alat
musik milik raja-raja mereka secaran turun temurun. Fungsi musik Gordang Sambilan sangatlah
menentukan pada rangkaian upacara Horja Godang. Fungsi musik tersebut meliputi: fungsi ekspresi
emosi; fungsi hiburan; fungsi representasi simbolis; fungsi komunikasi,; dan fungsi identitas etnik.
Kotanopan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal. Mayoritas masyarakat
kotanopan adalah etnik Mandailing, yang merupakan salah satu etnik yang terdapat Sumatera Utara.
Masyarakat Kotanopan memiliki stratifikasi sosial yang berlangsung secara turun temurun. Z.
Pangaduan Lubis (1986: 71) menyatakan bahwa masyarakat Kotanopan dibedakan atas tiga
golongan yaitu; (1) lapisan bangsawan yang disebut namora. Lapisan sosial inilah berasal raja-raja
dan keturunannya di Kotanopan; (2) lapisan rakyat biasa yang dinamakan alak na jaji; (3) golongan
natoras adalah golongan yang tercipta dari kelompok-kelompok kerabat yang anggotanya pernah
melakukan perkawinan dengan keluarga dekat raja atau anggota kerabat mora.
Horja Godang adalah upacara adat perkawinan yang besar. Upacara ini hanya boleh dilakukan bagi
keturunan raja-raja Kotanopan dengan memenuhi segala persyaratan yang telah ditentukan oleh
adat. Rabiathul Adawiyah (2008:1) menyatakan bahwa upacara tersebut memakan waktu selama
satu sampai tujuh hari, sesuai dengan kemampuan dan ketentuan adat. Sejak dulu sampai saat ini
upacara Horja Godang merupakan lambang kebesaran raja-raja Kotanopan.
Pada upacara Horja Godang digunakan Gordang Sambilan sebagai musik pendukung upacara.
Gordang Sambilan merupakan ansambel perkusi yang hampir seluruh alat musiknya bersifat ritmik
ini telah menjadi musik tradisi di Kotanopan dalam kurun waktu yang cukup lama. Keberadaan
ansambel Gordang Sambilan dalam upacara Horja Godang sebagai musik pendukung upacara,
merupakan elemen yang sangat menentukan terhadap jalannya upacara dan kualitas upacara. Musik
Gordang Sambilan disajikan dalam beberapa bagian upacara Horja Godang, seperti pembukaan dari
beberapa rangkaian upacara, penyambutan tamu adat dan penutupan upacara. Gordang Sambilan
juga berfungsi untuk membangkitkan semangat bagi pendukung upacara Horja Godang.
Melihat fungsi Gordang Sambilan dalam kapasitasnya sebagai musik pendukung upacara Horja
Godang Merriam mengatakan:
Ansambel Gordang Sambilan sebagai musik pendukung dalam upacara Horja Godang secara
keseluruhan. Pertunjukan musik tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan, antara upacara Horja
Godang dengan musiknya Gordang Sambilan adalah merupakan dua komponen yang saling terkait
posisi Gordang sambilan dalam upacara Horja Godang digunakan sebagai pengabsahan pada
beberapa rangkaian upacara Horja Godang. Keberadaan ansambel Gordang Sambilan dalam upacara
Horja Godang sebagai musik pendukung upacara, selain merupakan elemen yang menentukan
terhadap jalannya upacara, musik tersebut juga menentukan kualitas upacara, oleh karena belum
bisa upacara tersebut dinamakan Horja Godang tanpa adanya pertunjukan musik Gordang Sambilan.
Begitu juga dengan adanya upacara Horja Godang yang pada saat ini merupakan momentum
pertunjukan musik ansambel Gordang Sambilan yang terkait dengan ketentuan adat, oleh karena
upacara adat secara turun-temurun yang masih bertahan sampai saat ini adalah Horja Godang.

Gordang Sambilan adalah sembilan buah gendang yang masing-masingnya memiliki ukuran berbeda
yang merupakan simbol sembilan tokoh dalam struktural masyarakat. sesuai dengan fungsi dan
tingkatannya. Para tokoh tersebut, masingmasingnya disimbolkan dengan satu buah gordang yang
ukuran besarnya sesuai dengan tingkatan dan fungsi tokoh tersebut dalam masyarakat.
Selain sembilan gordang, ansambel Gordang Sambilan dilengkapi dengan alat musik yang dinamakan
uning-uningan yaitu alat musik yang terdiri dari jenis alat musik pukul dan tiup. Ansambel Gordang
Sambilan dimainkan dalam bentuk interloking dan dalam bentuk serempak (unisono). Musik ini
termasuk pada jenis musik yang berkarakter keras dan enerjik, walaupun ia dimainkan dalam tempo
lambat dan cepat dengan bunyi suara yang keras, oleh sebab itulah pertunjukan ansambel Gordang
Sambilan hanya disajikan di arena atau lapangan terbuka saja.
Pertunjukan Gordang Sambilan memiliki peran penting dalam upacara Horja Godang. Bagi
masyarakat Kotanopan Gordang Sambilan memiliki makna dan nilai yang khusus yang berhubungan
dengan fungsionaris masyarakat yang bahu membahu dalam menjalankan adat Kotanopan dan
meluaskan wilayah desa. Adapun Gordang Sambilan adalah sembilan buah gendang yang masing-
masingnya memiliki ukuran berbeda yang merupakan simbol sembilan tokoh dalam struktural
masyarakat. sesuai dengan fungsi dan tingkatannya. Para tokoh tersebut, masing-masingnya
disimbolkan dengan satu buah gordang yang ukuran besarnya sesuai dengan tingkatan dan fungsi
tokoh tersebut dalam masyarakat. Adapun urutan gordang dari yang paling besar sampai yang
terkecil dan sembilan tokoh fungsionaris masyarakat tersebut adalah; (1) Gordang Sambilan yang
paling besar adalah simbol untuk Raja Panusunan Bulung, gelar untuk seorang raja terbaik yang
telah membangun beberapa desa. Raja tersebut dipilih oleh tokoh masyarakat dari beberapa raja
yang memimpin desa-desa di Mandailing; (2) Satu gordang merupakan simbol dari Datu yaitu
pembantu penting seorang raja untuk melakukan komunikasi dengan alam gaib atau roh leluhur; (3)
Natoras yang merupakan wakil datu; (4) Raja Pamusuk adalah pimpinan adat yang mengepalai satu
desa; (5) satu gordang untuk Kepala Ripe yaitu wakil Raja Pamusuk; (6) Uluan yaitu seorang yang
mewakili mora yaitu seorang yang berasal dari pihak keluarga istri; (7) Talaga yaitu seorang yang
mewakili anak boru yaitu kerabat yang mengambil istri; (8) satu gordang mewakili Ulubalang yaitu
penjaga keamanan desa; (9) Suruonkonon adalah pembantu dari raja.

1. Pertunjukan Gordang Sambilan dalam Upacara Horja Godang

Upacara pembukaan yang dilakukan pada hari pertama Horja Godang adalah Maninggung Gordang.
Adapun Maninggung Gordang adalah pemukulan pertama instrumen Gordang Sambilan oleh Raja
Panusunan Bulung atau yang mewakili. Instrumen yang dipukul adalah jangat, yaitu gendang yang
paling besar pada Gordang Sambilan. Selanjutnya diikuti dengan pemukulan gordang berikutnya dan
alat musik ansambel Gordang Sambilan oleh para pemusik masing-masing.

Upacara pemukulan pertama Gordang Sambilan oleh Raja Panusunan Bulung yang merupakan
pemberitahuan bahwa telah dibuka secara resmi pesta adat perkawinan atau Horja Godang. Raja
Panusunan Bulung selaku pimpinan upacara serta pihak tuan rumah (suhut) memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi mendukung upacara adat tersebut. Upacara
Maninggung Gordang biasanya dilaksanakan di waktu siang sampai sore pada hari upacara Horja

Godang. Berikut dapat dilihat gambar suasana pemain Gordang Sembilan, sebagai persiapan
upacara Horja Godang.

Gambar 1.

Pertunjukan Gordang Sambilan Maninggung Gordang untuk membuka upacara Horja Godang

Upacara selanjutnya adalah Panaek Gordang merupakan upacara untuk membuka Galanggang
Parnortoran. Adapun Galanggang Parnortoran adalah tempat yang disediakan oleh tuan rumah
(suhut) untuk Manortor, yang mana Tor-tor merupakan tarian adat Mandailing. Biasanya upacara ini
diadakan di waktu sore atau malam hari pada hari kedua pelaksanaan upacara Horja Godang. Pada
upacara ini fungsi musik Gordang Sambilan sangatlah menentukan, karena tidak akan boleh
dilaksanakan kegiatan manortor sebelum dilakukan pertunjukan musik Gordang Sambilan tersebut.

Lagu yang dimainkan pada upacara ini adalah Robana Mosok, yaitu lagu yang bertempo cepat dan
melodi lagu diisi oleh alat musik suling dengan membawakan lagu yang bertempo cepat, yang
dinamakan jeir. Irama melodi yang dimainkan dalam tempo cepat dan didukung oleh pilihan nada
yang khas pada alat musik suling Mandailing yang membuat suasana emosi pemusik semakin
bersemangat. Setelah ansambel Gordang Sambilan ditampilkan pada sore hari atau malam hari
setelah itu barulah kegiatan Manortor dilaksanakan yakni pada malam ke dua upacara Horja
Godang. Upacara ini juga menggambarkan bahwa tarian adat dalam upacara ini hanya boleh
ditampilkan setelah terlebih dahulu dibuka oleh pertunjukan ansambel Gordang Sambilan yaitu
Panaek Gordang. Pelaksanaan upacara ini juga

menggambarkan begitu pentingnya peran raja dan para fungsionari masyarakat yang diwakili oleh
gordang mereka masing-masing untuk membuka salah satu aktifitas upacara Horja Godang yakni
Mambuka Galanggang Parnortoran.

Upacara penyambutan mora merupakan upacara menyambut tamu dari pihak keluarga mempelai
wanita yang biasanya dilaksanakan pada waktu siang pada hari ketiga atau hari terakhir dalam
pelaksanaan upacara Horja Godang. Beberapa saat sebelum pihak mora memasuki areal pesta,
ansambel Gordang Sambilan dimainkan untuk menyambut rombongan pihak mora tersebut.
Ansambel Gordang Sambilan dimainkan sampai rombongan dari pihak mora duduk di dalam rumah
penganten pria. Lagu yang dimainkan pada upacara ini adalah Roba na Mosok yaitu lagu yang
bertempo cepat. Para pemusik yang dipimpin oleh pemain jangat sepanjang lagu memainkan musik
dengan penuh semangat dan enerjik. Para pendukung dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.

Pertunjukan Gordang Sambilan pada upacara Penyambutan Mora

Upacara Patuaekkon Tu Topian Raya Bangunan, merupakan upacara untuk membersihkan masa
muda-mudi, karena sepasang pengantin akan memasuki masa berumah tangga dan tahapan
kehidupan yang baru. Pada upacara ini sepasang penganten dibawa ke tepian sungai atau tempat
pemandian dengan prosesi adat. Dalam hal ini, pada masa lalu pihak pengantin menghanyutkan diri
ke tepi sungai. Akan tetapi karena perkembangan zaman, secara simbolik mereka hanya dimandikan
atau dibersihkan saja.

Sebelum upacara dimulai, terlebih dahulu dimainkan pertunjukan ansambel Gordang Sambilan. Lagu
yang dimainkan pada upacara ini adalah Sampuara Batu Mangulang yang memiliki tempo lambat.
Sewaktu pertunjukan ansambel Gordang Sambilan dimainkan, suasana haru dan khidmad dirasakan
oleh kedua penganten dan pihak keluarga serta para peserta upacara.

Upacara penutupan pada Horja Godang ini diwakili oleh pertunjukan ansambel Gordang Sambilan.
Pertunjukan ini dinamakan Gordang Susur atau gordang penutup dari seluruh rangkaian upacara
adat perkawinan. Lagu yang dimainkan adalah Roba na Mosok. Pertunjukan Gordang Susur ini
menggambarkan sebuah informasi bahwa upacara yang telah selesai dilaksanakan.

Para pendukung dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.

Pertunjukan Gordang Susur sebagai musik penutup upacara

2.Fungsi Musik Gordang Sambilan Dalam Upacara Horja Godang

Musik dalam konteks kehidupan berbagai masyarakat dipresentasikan dalam berbagai peristiwa
(event) dengan fungsi yang berbeda-beda. Berbagai ragam musik dalam suatu masyarakat atau etnik
tertentu, akan memiliki beragam pula fungsinya, bahkan satu jenis musik saja akan memiliki fungsi
yang bermasam-macam.

Merriam membagi fungsi musik setelah menyelidiki tentang gejala yang berlaku umum dalam
berbagai musik agar dapat diterapkan kepada semua

masyarakat, dan nilai fungsi yang dibuat bisa berlaku secara universal.

Merriam merumuskan sepuluh macam fungsi musik dalam masyarakat yaitu;

(1) sebagai ekspresi emosional, (2) sebagai kenikmatan estetis, (3) sebagai hiburan,

(4) sebagai komunikasi, (5) sebagai representasi simbolis, (6) sebagai reaksi jasmani, (7)
memperkuat penyesuaian dengan norma-norma sosial, (8) pengesahan institusi sosial dan ritual
agama, (9) sebagai sumbangan pada pelestarian dan stabilitas kebudayaan, dan (10) sumbangan
bagi integritas sosial.

Berdasarkan perumusan fungsi-fungsi di atas, oleh karena berbagai kepentingan dan tuntutan yang
terjadi dalam masyarakat terhadap penggunaan musik dengan fungsi Gordang Sambilan dalam
upacara Horja Godang, maka fungsinya dapat dilihat berdasarkan pemahaman yang terkonsepsi
dalam masyarakat Kotanopan, baik melalui pemusiknya dan tokoh adat, masyarakat penyelenggara
upacara Horja Godang sendiri maupun melalui pengamatan. Adapun fungsi Gordang Sambilan
dalam upacara Horja Godang hanya akan terkait dengan beberapa fungsi saja dari sejumlah fungsi
yang ada di atas.

1. Fungsi Ekspresi Emosi

Gordang Sambilan sebagai ansambel musik yang terdiri atas instrumen saja, maka emosi hanya
dapat diekspresikan melalui ritme-ritme Gordang Sambilan dan Uning-uningan serta alat musik tiup
saleot dan suling, dan tidak ada emosi yang diekspresikan melalui kata-kata (lirik atau syair). Emosi
yang terekspresikan bersifat kolektif. Oleh karena ansambel Gordang Sambilan merupakan bagian
penting dari upacara Horja Godang, emosi yang diekspresikan tidak semata-mata berasal dari
Gordang Sambilan atau dari individu, tetapi bergantung pada konteks dari aktivitas upacara.

Misalnya lagu Sampuara Batu Mangulang dengan tempo lambat, yang disajikan pada pembukaan
upacara Patuaekkon tu Topian Raya Bangunan, emosi yang diekspresikan bukanlah berasal dari jiwa
lagu tersebut, tetapi ia lebih mengekspresikan suasana dari pembukaan upacara untuk
mengantarkan kedua penganten ke tepi sungai dalam rangka melepaskan segala sifat dan sikap
semasa lajang dan selanjutnya tersebut diganti dengan sifat dan sikap seorang yang telah dewasa
yang akan dipakai dalam kehidupan berumah tangga. Ekspresi yang dimunculkan adalah suasana
haru. Begitu juga dengan lagu Roba na Mosok yang bertempo cepat yang disajikan dalam upacara
penyambutan mora. Ekspresi yang muncul pada upacara penyambutan pihak keluarga dari

penganten wanita ini adalah bersifat gembira. Ekspresi tersebut berasal dari suasana upacara itu,
yang mana pihak penganten pria sangat bergembira menyambut kedatangan pihak penganten
wanita selaku moranya.

Secara adat pihak mora sangat dihargai oleh pihak anak boru, oleh karena mereka sudah terikat
dalam kekerabatan adat yaitu Dalian na Tolu. Ekspresi gembira tersebut juga mempengaruhi
psikologis pemusik dan efek emosi tersebut terlihat pada saat mereka memainkan lagu..

2. Fungsi Reaksi Jasmani

Fungsi ansambel Gordang Sambilan untuk membangkitkan semangat heroik

pada dasarnya dekat dengan fungsi reaksi atau respon fisik. Hal ini dapat dilihat dari efek atau akibat
yang ditimbulkannya kepada para pemusik sendiri, khususnya efek yang memberikan pengaruh
seperti berada di luar kendali kesadaran. Kendatipun yang mula-mula dirangsang oleh Gordang
Sambilan itu perasaan (emosi) dan pikiran ( kesadaran), tetapi yang lahir kepermukaan setelah itu
adalah reaksi fisik. Misalnya lagu Roba na Mosok dalam tempo cepat pada upacara penutupan Horja
Godang, ritme-ritme gordang serta melodi suling dimainkan dalam tempo cepat dan dinamik yang
keras, cepat untuk mengobarkan semangat heroik. Pemusik bergoyang dan bahkan menari di atas
badan instrumen Gordang Sambilan.

Bentuk respon fisik tersebut itu tidak hanya membias kepada peserta upacara, tetapi juga kepada
penonton yang menyaksikan pertunjukan Gordang Susur itu. Bentuk respon fisik yang seperti ini
hanya muncul dalam upacara Horja Godang, di luar konteks upacara bentuk respon fisiknya sudah
berbeda dan bahkan fungsinya juga berbeda.

3. Fungsi Hiburan

Fungsi hiburan yang dilahirkan oleh ansambel Gordang Sambilan adalah pada malam ke dua upacara
perkawinan adat, akan tetapi pertunjukan Gordang Sambilan yang berfungsi sebagai hiburan ini
tidak termasuk dalam konteks upacara. peserta upacara dan masyarakat. Pertunjukan Gordang
Sambilan pada saat ini membawakan kedua repertoar yang disajikan dalam rangkaian upacara Horja
Godang. Fungsinya saat dipertunjukan hanya semata-mata memberikan hiburan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar